Sudahkah agan sista nonton AADC 2? Kalau sudah, pasti dong agan dan juga sista melihat bagian dimana Cinta dan Rangga jalan-jalan mengunjungi berbagai tempat wisata di Yogyakarta, dan salah satu tempat yang dikunjungi mereka berdua adalah saat dimana Cinta dan Rangga menonton sebuah theater atau drama, yang mirip dengan pementasan wayang. Namun yang berbeda adalah pelakonan dari theater tersebut menggunakan sebuah boneka dan tidak menggunakan suara...
Bagi sebagian orang, masih banyak yang belum mengetahui dan bertanya-tanya mengenai pementasan dengan jalan cerita yang cukup mengharukan tersebut, padahal hanya dilakoni oleh sebuah boneka yang tak berbicara namun dapat membuat orang yang menontonnya masuk ke dalam atmosfer cerita. Pementasan tersebut sendiri dinamakan dengan Papermoon Puppet Theater. Papermoon Puppet Theater dikemas secara ringan dalam pertunjukan boneka, namun begitu tema yang mereka angkat merupakan tema-tema yang cukup serius.
Mulanya, Papermoon Puppet Theater merupakan sebuah sangar atau komunitas kecil yang dilengkapi dengan perpustakaan untuk anak-anak yang didirikan pada tahun 2006 oleh Maria Tri Sulistyani atau lebih dikenal sebagai Ria 'Papermoon'. Setiap sore hari, anak-anak datang untuk membaca, belajar, dan membuat boneka di tempat tersebut. Selain itu, mereka kerap mengadakan pertunjukan boneka yang awalnya ditujukan untuk anak-anak.
Kemudian, Ria bersama dengan sang suami Iwan Effendi, merubah komunitas kecil tersebut menjadi Theatre Company. Seiring dengan perubahan kearah yang lebih serius, komunitas atau sanggar yang mulanya diperuntukan untuk anak-anak tersebut juga berubah segmentasi untuk dewasa karena memiliki jalan cerita yang cukup serius dan membawa isu-isu dewasa.
Dalam debut karya pertamanya “Noda Lelaki di Dada Mona”, Papermoon berhasil membangun perhatian publik dengan tema cerita yang dewasa. Dan dalam kelanjutannya hingga saat ini Papermoon terus berinovasi dengan tema cerita yang lebih beragam dan menjangkau publik yang jauh lebih luas. Tidak hanya dari segi cerita, keunikan Papermoon yang pertama kali menangkap mata audiens tiada lain dari tampilan puppetnya yang khas ala Papermoon.
Kemudian, Ria bersama dengan sang suami Iwan Effendi, merubah komunitas kecil tersebut menjadi Theatre Company. Seiring dengan perubahan kearah yang lebih serius, komunitas atau sanggar yang mulanya diperuntukan untuk anak-anak tersebut juga berubah segmentasi untuk dewasa karena memiliki jalan cerita yang cukup serius dan membawa isu-isu dewasa.
Dalam debut karya pertamanya “Noda Lelaki di Dada Mona”, Papermoon berhasil membangun perhatian publik dengan tema cerita yang dewasa. Dan dalam kelanjutannya hingga saat ini Papermoon terus berinovasi dengan tema cerita yang lebih beragam dan menjangkau publik yang jauh lebih luas. Tidak hanya dari segi cerita, keunikan Papermoon yang pertama kali menangkap mata audiens tiada lain dari tampilan puppetnya yang khas ala Papermoon.
Sudah banyak karya-karya yang dihasilkan oleh Papermoon Puppet Theatre, di antaranya adalah Noda Lelaki di Dada Mona (2008), Mau Apa? (2009-2010), Mwathirika (2010-2013), Secangkir Kopi dari Playa (2011), dan Laki-Laki Laut (2013).
"Noda Lelaki di Dada Mona" adalah karya Papermoon yang pertama kalinya di tujukan untuk kalangan dewasa. Bercerita mengenai seorang gadis bernama Mona pemilik laundry baju dan dirinya jatuh cinta dengan pelanggan. Mona adalah yatim piatu dan diasuh oleh seorang pensiunan tentara di masa 30 Septermber 1965, dengan begitu kita dapat menyimpulkan bahwa setting cerita ini mengambil tema tahun 65’. Pada posternya, mereka pasang tanda 18+. Dan ternyata, hanya beberapa jam, langsung pemesanan tiket habis.
0 Response to "Seni Boneka Papermoon Puppet Theater Jogja"
Posting Komentar
Dilarang komentar spam